Berikut ini adalah berkas Buku Muatan HOTS Pada Pembelajaran Kurikulum 2013 Pendidikan Dasar. Download file format PDF. Buku ini diterbitkan oleh Pusat Penelitian Kebijakan Pendidikan dan Kebudayaan, Badan Penelitian dan Pengembangan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Buku Muatan HOTS Pada Pembelajaran Kurikulum 2013 Pendidikan Dasar
Buku Muatan HOTS Pada Pembelajaran Kurikulum 2013 Pendidikan Dasar

Buku Muatan HOTS Pada Pembelajaran Kurikulum 2013 Pendidikan Dasar

Berikut ini kutipan teks/keterangan dari isi berkas Buku Muatan HOTS Pada Pembelajaran Kurikulum 2013 Pendidikan Dasar:

Salah satu esensi yang dijadikan pertimbangan dalam implementasi Kurikulum 2013 adalah pencapaian kompetensi berpikir tingkat tinggi (high order thinking skills) untuk menyelesaikan masalah dengan berpikir kritis, inovatif, kreatif. HOTs adalah kemampuan berfikir tingkat tinggi yang menekankan pada kemampuan menganalisa, mengevaluasi, dan menciptakan. HOTS mengutamakan pada pembelajaran yang merangsang anak untuk memiliki nalar knowing how, sedangkan LOTs lebih kepada knowing what. HOTs membutuhan kemampuan belajar kompleks seperti berpikir kritis dan memecahkan masalah. Oleh karena itu guru harus mempunyai kemampuan tingkat tinggi ini. Temuan studi bahwa besar guru belum menguasai konsep pembelajaran bermuatan HOTs. Upaya yang dilakukan oleh sebagian besar kepala sekolah adalah mengajukan usulan kepada dinas pendidikan kabupaten/kota agar guru-guru di sekolah dilatih dengan materi khusus pembelajaran bermuatan HOTs. Pelatihan harus murni tentang materi terkait HOTs; berdiskusi antar sesama guru, mencari informasi dari sekolah yang sudah memiliki pengetahuan tentang pembelajaran bermuatan HOTs, kepala sekolah berupaya menambah pengetahuan tentang HOTs, meminta guru mengurangi penulisan soal PG, mengikutkan guru pada pelatihan, dan memberi dukungan kepada guru. Perencanaan pembelajaran, silabus dan RPP juga harus berdasar pada HOTs. Diperlukan model panduan dalam pembelajaran bermuatan HOTS adalam bentuk satu kesatuan, mencakup model pembelajaran, model penilaian serta pemanfaatan alat pelajaran. Panduan yang seperti itu dinilai lebih ringkas dan memudahkan guru di dalam mempelajarinya. Sedangkan model pelatihan pembelajaran bermuatan HOTS yang dianggap paling sesuai menurut guru adalah model pelatihan melalui kelompok kerja guru (KKG). Model pelatihan KKG dirasakan lebih memberikan dampak positif bagi guru dikarenakan guru dapat saling bertukar informasi dan saling menularkan ilmu yang dimiliki.


BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Dalam Nawacita nomor 5 dapat dimaknai bahwa pemerintah berkewajiban meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia melalui peningkatan kualitas pendidikan. Pendidikan nasional, sebagai salah satu sektor pembangunan nasional dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa, mempunyai visi terwujudnya 33333 sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah (UU No.20 Th 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional) Konten pendidikan yang mencakup sikap, keterampilan dan pengetahuan perlu diarahkan agar dapat memberi kemampuan bagi siswa untuk menggunakannya bagi kehidupan di masa depan.

Dari sekian banyak unsur sumber daya pendidikan, kurikulum merupakan salah satu unsur yang bisa memberikan kontribusi yang signifikan untuk mewujudkan proses berkembangnya kualitas potensi peserta didik. Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai inspirasi penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Kurikulum merupakan salah satu alat untuk menyiapkan peserta didik agar berkecakapan hidup sesuai dengan kondisi kehidupannya saat ini dan masa depan yang merupakan rentang waktu bagi peserta didik yang belajar pada masa kini dan untuk hidup berkelanjutan (sustainable) dengan segala tantangan abad ke-21. Kurikulum sebagai jantung pendidikan memiliki posisi strategis mulai dari ide, desain, dokumen, dan implementasinya.

Dalam UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional diamanatkan bahwa kurikulum harus dikembangkan dan dilaksanakan untuk dapat meningkatkan potensi, minat, dan kecerdasan jamak peserta didik. Kurikulum perlu diselaraskan dengan kebutuhan keterampilan abad ke-21 yang ditandai oleh kesadaran global, penumbuhan kreativitas dan inovasi, serta berbagai macam kemampuan yang meliputi pemecahan masalah, kerjasama, mencari informasi yang sahih, berkomunikasi dan menggunakan teknologi informasi, serta menjadi warga negara yang bertanggungjawab dan memiliki karakter dan moral yang kokoh yang ditunjukkan dalam kehidupan sehari-hari, baik di dalam maupun di luar kelas.

Dalam upaya menyelenggarakan sistem pendidikan secara berkualitas guna membentuk sumber daya manusia yang memiliki daya saing, dilakukan penyempurnaan Kurikulum 2006 (K-2006) menjadi Kurikulum 2013 (K-2013). Penyempurnaan kurikulum ini tertuang di dalam Permendikbud No. 160 tahun 2014 tentang Pemberlakuan K-2006 dan K-2013.Penyempurnaan kurikulum ini telah dikaitkan dengan prediksi cerdas tentang masa kini dan kecenderungan yang mungkin akan terjadi dalam kehidupan abad ke-21. Kecenderungan di masa depandituntut berbagai keterampilan antara lain keterampilan hidup dan berkarir, keterampilan belajar dan berinovasi, dan keterampilan teknologi dan media informasi. (Trilling and Fadel, 2009:47 dalam Wijaya dkk, 2016).

Kecenderungan masa depan tersebut menjadi pertimbangan dalam menetapkan desain kurikulum terutama komponen kurikulum dalam aspek tujuan, isi/bahan, serta proses pembelajaran. Salah satu esensi yang dijadikan pertimbangan dalam K-2013 adalah pencapaian kompetensi berpikir tingkat tinggi (high order thinking skills, HOTs) untuk menyelesaikan masalah dengan berpikir kritis, inovatif, kreatif, demi kehidupan kebersamaan manusia dengan damai dan harmonis (to live together in peace and harmony).

Dengan penerapan HOTs dalam pembelajaran dapat meningkatkan hal positif seperti keberanian menghadapi soal sulit, terbentuknya kerjasama antar siswa yang baik,adanya interaksi siswa dengan siswa maupun siswa dengan guru yang lebih tinggi, aktivitas belajar yang lebih baik, serta karakter siswa yang baik dalam hal disilpin, ketekunan, tanggung jawab, teliti dan sikap terbuka (Widodo dan Srikadarwati, 2013). Hal itu secara langsung maupun tidak langsung menunjukkan bahwa penerapan pembelajaran HOTs mampu meningkatkan kualitas pembelajaran sekaligus meningkatkan hasil belajar siswa baik dalam aspek kognitif, psikomotori, dan afektif. 

HOTs mengutamakan pada pembelajaran yang merangsang anak untuk memiliki nalar knowing what, when, why, where dan how, sedangkan LOTs lebih mengutamakan knowing what.

Pembelajaran yang berorientasi pada HOTs menuntut siswa untuk mencari tahu yang memerlukan proses berpikir cerdas dan kreatif. HOTs mencakup keterampilan menganalisa (analyzing), mengevaluasi (evaluating), mencipta (creating), berfikir kritis (critical thinking) dan penyelesaian masalah (problem solving) (Anderson & Krathwohl,2001 dan Brookhart, 2010). Dalam hal ini guru harus menggiring siswa agar dapat dan terbiasa memahami dan memecahkan persoalan yang kompleks dan sulit. Pembelajaran HOTs merupakan pembelajaran yang megajak siswa untuk mencari tahu, pandai merumuskan masalah, pandai menganalisis, pandai mencari solusi, kreatif dan kontemplatif.

HOTs menjadi sebuah modal bagi siswa dalam menghadapi kehidupan yang jauh lebih komplek pada masa depan. Oleh karena itu, di dalam K-2013, HOTs sudah diperkenalkan sejak sekolah dasar dengan harapan kelak di kemudian hari siswa dapat bersaing di dunia global yang penuh tantangan. Pembelajaran HOTs menuntut siswa untuk melakukan pembelajaran aktif (active learning). Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa dibandingkan dengan pembelajaran tradisional, pembelajaran aktif memberikan peluang bagi siswa untuk dapat menyerap lebih banyak materi pelajaran, mengingat, dan memahami lebih lama, dan yang terpenting adalah siswa dapat berpikir dengan tingkatan yang lebih tinggi (Widowati, 2014).

Kondisi faktual tentang hasil pembelajaran yang terkait dengan HOTs, tampaknya masih belum memenuhi harapan. Hal ini dapat dilihat dari hasil Indonesian National Assesment Programme/ INAP tahun 2016 menunjukkan bahwa sebagian besar siswa SD di Indonesia baru memiliki kompetensi menjawab soal yang bersifat pengetahuan (knowing) saja (Rahma, 2016). 

Sementara itu, pada pelaksanaan ujian nasional (UN) SMP tahun 2016 khususnya di sekolah yang memiliki nilai integritas tinggi, rerata nilai UN yang dicapai siswa 50,80 (Pusat Penilaian Pendidikan, 2016). Nilai ini masih dibawah Standar Kompetensi Minimal (SKM) yang ditetapkan oleh pemerintah yakni sebesar 55,00, padahal berdasarkan informasi dari Pusat Penilaian Pendidikan Balitbang Kemdikbud, 20% soal ujian nasional tahun 2016 sudah berorientasi pada HOTs (Puspendik, 2016). Hasil INAP siswa SD dan UN siswa SMP tersebut menggambarkan bahwa proses pembelajaran di SD dan SMP tampaknya masih belum berorientasi pada HOTs. Rendahnya kualitas pembelajaran ini juga dimuat di dalam RPJMN 2015-2019. Proses pembelajaran saat ini masih belum dapat menumbuhkan kreativitas siswa dan membangkitkan daya kritis dalam berpikir dan kemampuan analisis siswa, suatu kompetensi yang justru sangat vital dimiliki siswa sebagai hasil dari pembelajaran (RPJMN 2015-2019).

K-2013 dapat dilihat pada dimensi dokumen dan dimensi implementasi. Pada dimensi dokumen, K-2013 antara lain terdiri atas Standar Kompetensi Lulusan, Standar Isi, Standar Proses, Standar Penilaian, silabus, Buku Siswa dan Buku Guru. Keseluruhan dokumen tersebut disiapkan oleh pemerintah. Sementara itu pada dimensi implementasi, K-2013 mencakup antara lain pelatihan, persiapan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran oleh guru, dan penilaian hasil belajar. Untuk melihat ada atau tidak adanya unsur HOTs di dalam K-2013 perlu dilakukan pengkajian baik pada dimensi dokumen maupun dimensi implementasinya. Dalam hal ini, pengkajian diutamakan pada dimensi dokumen maupun pada dimensi implementasi yang berhubungan langsung dengan pembelajaran dikelas mencakup Standar Proses, silabus, persiapan pembelajaran terutama Rencana Persiapan Pembelajaran (RPP) termasuk instrumen penilaian buatan guru, buku siswa, dan buku guru.

Jenjang pendidikan formal di Indonesia terdiri atas pendidikan dasar dan pendidikan menengah. 

Dalam kaitan dengan HOTs, pendidikan dasar menjadi fondasi bagi perkembangan selanjutnya. Oleh karena itu kajian ini difokuskan pada pendidikan dasar, dengan harapan HOTs akan terbawa ke pendidikan menengah dan pendidikan tinggi, bahkan sampai mereka hidup bermasyarakat.

Untuk melihat ada atau tidak adanya unsur HOTs di dalam K-2013 perlu dilakukan pengkajian baik pada dimensi dokumen maupun dimensi implementasinya. Dalam hal ini, pengkajian diutamakan pada dimensi dokumen maupun pada dimensi implementasi yang berhubungan langsung dengan pembelajaran dikelas mencakup Standar Proses, silabus, persiapan pembelajaran terutama Rencana Persiapan Pembelajaran (RPP) termasuk instrumen penilaian buatan guru, buku siswa, dan buku guru.

Berdasarkan berbagai permasalahan sebagaimana telah dijabarkan, maka penelitian ini memfokuskan pada tiga pertanyaan penelitian berikut (1) Bagaimanakah implementasi KI dan KD pada pembelajaran dengan muatan HOTs oleh Guru di sekolah? (2) Panduan Implementasi Standar Proses yang memuat unsur HOTs yang bagaimanakah yang dapat dipahami oleh Guru sehingga dapat dimplementasikan pada kegiatan pembelajaran. (3) Model peningkatan kompetensi guru tentang HOTs yang bagaimanakah yang sebaiknya direkomendasikan sebagai bahan kebijakan?

B. Tujuan

Tujuan kegiatan ini yakni menghasilkan rekomendasi kebijakan tentang model peningkatan kompetensi guru dalam implementasi unsur HOTs dalam pembelajaran. Adapun tujuan khususnya yaitu: (1) mengkaji implementasi pembelajaran bermuatan HOTs oleh Guru di sekolah, (2) menghasilkan model panduan pembelajaran yang memuat unsur HOTs yang dipahami oleh guru sehingga dapat dimplementasikan pada kegiatan pembelajaran, (3) menghasilkan model pelatihan peningkatan kompetensi guru tentang HOTs untuk direkomendasikan sebagai usulan bahan kebijakan.

C. Sasaran

Sasaran pada kegiatan penelitian ini adalah dokumen dan implementasi Kurikulum 2013 kelas IV Sekolah Dasar. 

D. Keluaran

Sebagai keluaran dari kajian ini yaitu:
  1. Laporan hasil analisis tentang unsur HOTs dalam K-2013 sebagai dokumen dan implementasinya.
  2. Rekomendasi kebijakan terkait peningkatan kompetensi guru dalam memahami dan mengimplementasikan HOTs dalam pembelajaran.

E. Ruang Lingkup

Agar terfokus pada keluaran hasil kajian, ruang lingkup kajian ini ditetapkan sebagai berikut:

1. Jenjang, terdiri atas :
a. Pendidikan dasar : SD
b. Kelas 4

2. Lokasi, dengan kriteria:
a. Sekolah pelaksana K-2013 hasil penyempurnaan 2016 yang terletak di kota Banjarmasin, Kota Bandung, Yogyakarta, dan Kota Palembang.
b. Sekolah yang GTK nya telah mendapatkan pelatihan K-2013 hasil penyempurnaan tahun 2016.

3. Mata pelajaran yang diujikan dalam ujian akhir sekolah bertaraf nasional (UASBN) untuk SD. Mata pelajaran UASBN SD terdiri atas: Matematika, Bahasa Indonesia, dan IPA.

4. Dokumen yang berhubungan dengan K-2013 meliputi:
a. Standar Proses;
b. KI dan KD
c. Silabus; 
d. Buku teks pelajaran terdiri atas buku siswa dan buku guru;
e. RPP buatan guru;
f. Soal/tes buatan guru. 


BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR

A. Pembelajaran dan Penilaian

1. Pembelajaran
Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi telah merngubah gaya hidup manusia, baik dalam bekerja, bersosialisasi, bermain maupun belajar. Memasuki abad 21 kemajuan teknologi tersebut telah memasuki berbagai sendi kehidupan, tidak terkecuali di bidang pendidikan. Guru dan siswa, pendidik dan peserta didik dituntut memiliki kemampuan belajar mengajar di abad 21 ini. Sejumlah tantangan dan peluang harus dihadapi siswa dan guru agar dapat bertahan dalam abad pengetahuan di era informasi ini.

Pendidikan Nasional abad 21 bertujuan untuk mewujudkan cita-cita bangsa, yaitu masyarakat bangsa Indonesia yang sejahtera dan bahagia, dengan kedudukan yang terhormat dan setara dengan bangsa lain dalam dunia global, melalui pembentukan masyarakat yang terdiri dari sumber daya manusia yang berkualitas, yaitu pribadi yang mandiri, berkemauan dan berkemampuan untuk mewujudkan cita-cita bangsanya (Mukminan, 2014)

Pembelajaran adalah proses, cara, perbuatan menjadikan orang atau makhluk hidup belajar. Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses perolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik.

Di sisi lain pembelajaran mempunyai pengertian yang mirip dengan pengajaran, tetapi sebenarnya mempunyai konotasi yang berbeda. Dalam konteks pendidikan, guru mengajar agar peserta didik dapat belajar dan menguasai isi pelajaran hingga mencapai sesuatu objektif yang ditentukan (aspek kognitif), juga dapat memengaruhi perubahan sikap (aspek afektif), serta keterampilan (aspek psikomotor) seorang peserta didik, namun proses pengajaran ini memberi kesan hanya sebagai pekerjaan satu pihak, yaitu pekerjaan pengajar saja. Sedangkan pembelajaran menyiratkan adanya interaksi antara pengajar dengan peserta didik.

Pembelajaran yang berkualitas sangat tergantung dari motivasi pelajar dan kreatifitas pengajar. Pembelajar yang memiliki motivasi tinggi ditunjang dengan pengajar yang mampu memfasilitasi motivasi tersebut akan membawa pada keberhasilan pencapaian target belajar. 

Target belajar dapat diukur melalui perubahan sikap dan kemampuan siswa melalui proses belajar. Desain pembelajaran yang baik, ditunjang fasilitas yang memandai, ditambah dengan kreatifitas guru akan membuat peserta didik lebih mudah mencapai target belajar.

Instruction atau pembelajaran adalah suatu sistem yang bertujuan untuk membantu proses belajar siswa, yang berisi serangkaian peristiwa yang dirancang, disusun sedemikian rupa untuk mempengaruhi dan mendukung terjadinya proses belajar siswa yang bersifat internal. (Gagne dan Briggs: 1979) Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. (UU No. 0/2003, Bab I Pasal Ayat 20)

Istilah “pembelajaran” sama dengan “instruction atau “pengajaran”. Pengajaran mempunyai arti cara mengajar atau mengajarkan. (Purwadinata, 1967). Dengan demikian pengajaran diartikan sama dengan perbuatan belajar (oleh siswa) dan mengajar (oleh guru). Kegiatan belajar mengajar adalah satu kesatuan dari dua kegiatan yang searah. Kegiatan belajar adalah kegiatan primer, sedangkan mengajar adalah kegiatan sekunder yang dimaksudkan agar terjadi kegiatan secara optimal.

Dan dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran adalah usaha sadar dari guru untuk membuat siswa belajar, yaitu terjadinya perubahan tingkah laku pada diri siswa yang belajar, dimana perubahan itu dengan didapatkannya kemampuan baru yang berlaku dalam waktu yang relatif lama dan karena adanya usaha.

Pembelajaran abad 21 merupakan pembelajaran yang mempersiapkan generasi abad 21 dimana kemajuan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) yang berkembang begitu cepat memiliki pengaruh terhadap berbagai aspek kehidupan termasuk pada proses belajar mengajar. Salah satu contoh kemajuan TIK memiliki pengaruh terhadap proses pembelajaran ialah peserta didik diberi kesempatan dan dituntut untuk mampu mengembangkan kecakapannya dalam menguasai teknologi informasi dan komunikasi - khususnya komputer, sehingga peserta didik memiliki kemampuan dalam menggunakan  teknologi pada proses pembelajaran yang bertujuan untuk mencapai kecakapan berpikir dan belajar peserta didik.

Selain itu, sistem pembelajaran abad 21 merupakan suatu peralihan pembelajaran dimana kurikulum yang dikembangkan saat ini menuntut sekolah untuk mengubah pendekatan pembelajaran yang berpusat pada pendidik (teacher-centered learning) menjadi pendekatan pembelajaran yang berpusat pada peserta didik (student-centered learning). Hal ini sesuai dengan tuntutan dunia masa depan dimana peserta didik harus memiliki kecakapan berpikir dan belajar. Kecakapan-kecakapan tersebut diantaranya adalah kecakapan memecahkan masalah (problem solving), berpikir kritis, kolaborasi, dan kecakapan berkomunikasi. Semua kecakapan ini bisa dimiliki oleh peserta didik apabila pendidik mampu mengembangkan rencana pembelajaran yang berisi kegiatan-kegiatan yang menantang peserta didik untuk berpikir kritis dalam memecahkan masalah. Kegiatan yang mendorong peserta didik untuk bekerja sama dan berkomunikasi harus tampak dalam setiap rencana pembelajaran yang dibuatnya. Karakteristik pembelajaran abad 21 yang sering disebut sebagai 4C, terdiri atas:

a. Communication (Komunikasi)

Pada karakter ini, peserta didik dituntut untuk memahami, mengelola, dan menciptakan komunikasi yang efektif dalam berbagai bentuk dan isi secara lisan, tulisan, dan multimedia. Peserta didik diberikan kesempatan menggunakan kemampuannya untuk mengutarakan ide-idenya, baik itu pada saat berdiskusi dengan teman-temannya maupun ketika menyelesaikan masalah yang diberikan oleh pendidik.

b. Collaboration (Kerjasama)

Pada karakter ini, peserta didik menunjukkan kemampuannya dalam kerjasama berkelompok dan kepemimpinan; beradaptasi dalam berbagai peran dan tanggungjawab; bekerja secara produktif dengan yang lain; menempatkan empati pada tempatnya; menghormati perspektif berbeda. Peserta didik juga menjalankan tanggung jawab pribadi dan fleksibitas secara pribadi, pada tempat kerja, dan hubungan masyarakat; menetapkan dan mencapai standar dan tujuan yang tinggi untuk diri sendiri dan orang lain.

c. Critical Thinking and Problem Solving (Berpikir Kritis dan Pemecahan Masalah)
Pada karakter ini, peserta didik berusaha untuk memberikan penalaran yang masuk akal dalam memahami dan membuat pilihan yang rumit; memahami interkoneksi antar sistem. Peserta didik juga menggunakan kemampuan yang dimilikinya untuk berusaha menyelesaikan permasalahan yang dihadapinya dengan mandiri, peserta didik juga memiliki kemampuan untuk menyusun, mengungkapkan, menganalisis, dan menyelesaikan masalah.

d. Creativity and Innovation (Daya cipta dan Inovasi)
Pada karakter ini, peserta didik memiliki kemampuan untuk mengembangkan, melaksanakan, dan menyampaikan gagasan-gagasan baru kepada yang lain; bersikap terbuka dan responsif terhadap perspektif baru dan berbeda.

Selain peralihan sistem pembelajaran, pada abad ini pun terjadi pergeseran tujuan pendidikan dimana pada abad ke 19 yang dikenal sebagai era industri, penyelenggaraan pendidikan bertujuan untuk mempersiapkan orang dalam dunia sederhana, statis/linier, dan predictable (dapat diramalkan). Peserta didik diharapkan dapat melakukan kegiatan-kegiatan dengan perilaku yang rutin. Dampak dari pola pendidikan ini adalah kemampuan output yang standar sehingga kecakapan yang dimiliki merupakan kecakapan standar.

Sehingga pada abad 21 saat ini yang bisa disebut sebagai era pengetahuan, maka tujuan pendidikannya pun adalah; 1) mempersiapkan orang dalam dunia pasang surut, dinamis, unpredictable (tidak bisa diramalkan), 2) perilaku yang kreatif, 3) membebaskan kecerdasan individu yang unik, serta 4) menghasilkan inovator. Dengan demikian, model sekolah pada abad ini mengharapkan pendidikan dapat menjadikan individu-individu yang mandiri, sebagai pelajar yang mandiri.

Untuk mencapai tujuan pendidikan tersebut, maka aspek lain yang tidak kalah penting yaitu assessment atau penilaian. Pendidik harus mampu merancang sistem penilaian yang bersifat kontinu artinya penilaian dilakukan sejak peserta didik mulai melakukan kegiatan, sedang dan setelah selesai melaksanakan kegiatannya. Penilaian bisa diberikan diantara peserta didik sebagai feedback, oleh pendidik dengan rubrik yang telah disiapkan atau berdasarkan kinerja serta produk yang mereka hasilkan.

2. Penilaian (Evaluasi) Hasil Belajar

Evaluasi merupakan suatu proses berkelanjutan tentang pengumpulan dan penafsiran informasi untuk menilai keputusan-keputisan yang dibuat dalam merancang suatu sistem pembelajaran. 

Pengertian tersebut memiliki tiga implikasi rumusan yaitu: 1) Evaluasi adalah suatu proses yang terus menerus, sebelum, sewaktu dan sesudah proses belajar mengajar, 2) Proses evaluasi senantiasa diarahkan ke tujuan tertentu, yakni untuk mendapatkan jawaban-jawaban tentang bagaimana memperbaiki pengajaran, dan 3) Evaluasi menuntut penggunaan alat-alat ukur yang akurat  dan bermakna untuk mengumpulkan informasi yang dibutuhkan guna membuat keputusan. (Saifuddin, 2014)

Evaluasi meliputi pengukuran dan penilaian. Pengukuran berakaitan dengan ukuran kuantitatif, sedangkan penilaian terkait dengan kualitas (Arikunto, 2009). Evaluasi dapat diartikan sebagai suatu kegiatan yang terencana untuk mengetahui keadaan suatu objek dengan menggunakan instrumen dan hasilnya dibandingkan dengan suatu tolak ukur untuk memperoleh suatu kesimpulan.

Fungsi utama evaluasi adalah menelaah suatu objek atau keadaan untuk mendapatkan informasi yang tepat sebagai dasar untuk pengambilan keputusan. Untuk memeperoleh informasi yang tepat dalam kegiatan evaluasi dilakukan melalui kegiatan pengukuran. Pengukuran merupakan suatu proses pemberian skor atau angka-angka terhadap suatu keadaan atau gejala berdasarkan aturan-aturan tertentu. Dengan demikian terdapat kaitan yang erat antara pengukuran (measurment) dan evaluasi (evaluation) dan kegiatan pengukuran merupakan dasar dalam kegiatan evaluasi.

B. Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi (Higher Order Thinking Skills/HOTs)

Menurut taksonomi Bloom (1956), tingkat kemampuan berpikir seseorang dapat dibedakan menjadi 6 tingkatan, yakni: mengingat (C1), memahami (C2), mengaplikasikan (C3), menganalisa (C4), mengevaluasi (C5), dan menciptakan (C6). Selanjutnya pada tahun 1990an orin Anderson mengadopsi dan menyesuaikan taksonomi Bloom sesuai dengan kebutuhan pembelajaran Abad 21. (Anderson dan Krathwol, 2001). Berdasarkan taksonomi Bloom, kemampuan berpikir selanjutnya dibedakan menjadi dua, yakni kemampuan berpikir level rendah (lower order thinking skills/LOTs) dan kemampuan berpikir tingkat tinggi (HOTs). Tiga tingkatan dalam taksonomi Bloom dalam ranah kognitif yang termasuk kategori HOTs adalah menganalisa, mengevaluasi, dan menciptakan, sedangkan yang termasuk kategori LOTs adalah mengingat, memahami, mengaplikasikan.

HOTS mengutamakan pada pembelajaran yang merangsang anak untuk memiliki nalar knowing how, sedangkan LOTs lebih kepada knowing what. HOTs membutuhan kemampuan belajar kompleks seperti berpikir kritis dan memecahkan masalah. Definisi dan Indikator dalam masing-masing tingkatan proses kognitif (Kuswana, 2012) yaitu:

1. Mengingat.
Mengingat adalah memanggil kembali pengetahuan/ informasi yang relevan dari memori jangka panjang. Proses ini memiliki dua tahapan, yakni: (a) Mengenal/ mengidentifikasi (Recognizing /identifying). Menempatkan pengetahuan di memori jangka panjang konsisten dengan materi yang diajarkan. (b) Mengingat/ memanggil kembali (Recalling /retrieving). Menelusuri pengetahuan yang relevan memori jangka panjang. Karakteristik mengingat meliputi: mengenali (recognizing), mampu membuat daftar/list (listing), mampu menjelaskan definisi (describing), menerima informasi (retrieving), dan menamai (naming).

2. Memahami (understand).
Memahami diartikan sebagai mengkonstruk makna dari pesan pembelajaran, termasuk komunikasi lisan, tertulis, dan grafis. Proses memahami ini mencakup: (a) Menginterpretasikan (Interpreting: Clarifying, para-phrasing, representing, translating), (b) Memberikan contoh (Exemplifying: Illustrating, instantiating), (c) Mengklasifikasikan (Classifying: Categorizing, subsuming), (d) Merangkum (Summarizing: Abstracting, generalizing), (e) Menyimpulkan (Inferring: Concluding, extrapolating, interpolating, predictin, (f) Membandingkan (Comparing: Contrasting, mapping, matching), dan (g) Menjelaskan (Explaining: Constructing causative models).

3. Mengaplikasikan.
Mengaplikasikan disini mengandung arti dapat melaksanakan atau menggunakan prosedur dalam situasi tertentu (yang diberikan). Mengaplikasikan mencakup kemampuan untuk mengelola/melakukan: Menggunakan prosedur pada tugas/latihan yang sudah dikenal, siswa memiliki langkah-langkah urutan tertentu (Executing/carrying out: Using a procedure on familiar tasks/exercises, has a fixed sequence of steps). Contoh, menggunakan rumus dalam menghitung volume limas segiempat yang diketahui panjang rusuk sisi alas dan tingginya. Selain itu, mengimplementasikan; menggunakan prosedur pada tugas/latihan yang tidak dikenal, siswa harus memilih teknik atau metode dan sering mengubah urutan (Implementing: Using a procedure on unfamiliar tasks/problems, student has to select technique or method and often change sequence). Contoh, menggunakan integral untuk menentukan luas daerah tertentu.

4. Menganalisis.
Menganalisis adalah kemampuan untuk memecah materi ke dalam bagian-bagian penyusunnya, dan 
menentukan bagaimana bagian-bagian tersebut saling berhubungan satu sama lain. Kemampuan menganalisis mencakup: membedakan, mengorganisasikan, dan menandai.

5. Mengevaluasi.
Mengevaluasi diartikan sebagai melakukan penilaian berdasarkan kriteria dan standar tertentu. Cara yang dilakukan untuk mengevaluasi diantaranya: memeriksa dan mengkritisi.

6. Mencipta (creating).
Mencipta diartikan sebagai kemampuan untuk menempatkan beberapa elemen/ komponen secara sama-sama untuk membangun suatu keseluruhan yang logis dan fungsional, dan mengatur elemen/komponen tersebut ke dalam pola atau struktur yang baru. Tahapan mencipta mencakup: membuat hipotesis, mendesain/merencanakan, dan menghasilkan produk baru.

Beberapa definisi HOTs dikemukakan oleh para ahli antara lain; HOTs terdiri dari pengetahuan (knowledge), berpikir kreatif (creative thinking), berpikir kritis (critical thinking) dan pemecahan masalah (problem solving). Haladyna (1997) dalam Nuryani. 2009. Menurut Tran Vui (2001) dalam Rosnawati. 2009; HOTs is “Higher order thinking occurs when a person takes new information and information stored in memory and interrelates and/or rearranges and extends this information to achieve a purpose or find possible answers in perplexing situations ”. Pendapat lainnya, Marzano, 1994 dalam Hana, 2013, dikatakan bahwa HOTs meliputi aspek-aspek mengorganisasi, membangun (generating), menginvestigasi dan mengevaluasi. Menurut Brookhart (2010) dalam Martin, dkk. 2018, HOTs terdiri dari tiga kategori: (1) transfer, (2) berpikir kritis, dan (3) pemecahan masalah.

Dari berbagai sumber di atas, penulis menyatakan bahwa HOTs merupakan proses pembelajaran yang mencakup pengetahuan, berpikir kreatif, berpikir kritis, analisis, mengorganisasi, membangun (generating), menginvestigasi, mengevaluasi, pemecahan masalah (problem solving), dan mencipta.

C. Strategi Pembelajaran Untuk Mencapai HOTs

Menurut Anderson & Krathwohl (2016); agar pembelajaran HOTs di kelas dapat terwujud, guru dapat melaksanakan pembelajaran dengan berbagai strategi, atau metoda yang bervariasi. Ada berbagai model pembelajaran yang mendorong terjadinya pembelajaran HOTs, antara lain membuat peta konsep; mengajukan pertanyaan tingkat tinggi, kolaborasi; menggunakan analogy, keterkaitan antar konsep; dan praktek berupa percobaan, pengukuran dan lainnya.

Disamping itu ada beberapa hal yang harus diperhatikan guru dalam menunjang pembelajaran HOTs antara lain guru harus memastikan siswa memahami konsep paling dasar; bantu siswa mengenali potensi diri mereka; perkenalkan siswa dengan HOTs; mengkategorikan konsep (konkrit, abstrak, verbal, non verbal, proses). Guru juga perlu memahami untuk anak-anak yang kurang dalam matematika, guru perlu lebih banyak menjelaskan konsep dasar, prosedur operasional matematis, dan latihan soal. Sedangkan bagi yang kesulitan memahami konsep verbal lebih memerlukan penjelasan dengan sedikit bahasa. Selain itu mengajari dari yang konkrit ke abstrak dan kembali ke konkrit. Saat mengajarkan konsep yang bersifat abstrak dspat menggunakan benda-benda konkrit untuk meningkatkan pemahaman. 

Hal lainnya, mulai dari hal yang dasar baru ke yang rumit, guru harus memastikan siswa sudah memahami hal yang dasar sebelum melanjutkan ke materi yang lebih rumit. Kesalahan yang sering terjadi adalah ketika konsep dasar tidak dipahami maka siswa akan cenderung mengingat. 

Guru perlu juga menjembatani antar konsep; dari yang paling dasar sampai yang rumit, bandingkan antara konsep yang sudah dipelajari dengan konsep yang baru, contoh; sebelum mengajarkan konsep tentang listrik, siswa diingatkan kembali tentang konsep dasar tentang arus listrik, hambatan, beda potensial, baru siswa dikenalkan tentang daya listrik, energy listrik, efisiensi, dan lainnya.

Siswa perlu diajari bagaimana melakukan inferensi, mulai dari hal-hal yang biasa dialami dalam kehidupan sehari-hari; menggunakan teknik hubungan pertanyaan-jawaban. Teknik ini terutama digunakan untuk memudahkan siswa dalam memahami informasi berbentuk paragraph panjang. Alat peraga juga sangat bermanfaat untuk memudahkan siswa memahami dan mengaplikasikan konsep. Jika siswa diberi masalah sebaiknya guru mengajarkan cara mengidentifikasi masalah yang diberikan; beri kesempatan berdiskusi antar siswa dengan membuat kelompok kecil; perbanyak sumber atau bahan ajar, dan siswa perlu diajari metakognisi dengan cara memahami proses pembelajaran.

D. Pelatihan K-2013 dan HOTs

Menurut Sikula dalam Sumantri (2000), Pelatihan sebagai: “proses pendidikan jangka pendek yang menggunakan cara dan prosedur yang sistematis dan terorganisir. Para peserta pelatihan akan mempelajari pengetahuan dan keterampilan yang sifatnya praktis untuk tujuan tertentu. Pendapat lainnya, Good, 1973 (dalam Marzuki,1992) pelatihan adalah suatu proses membantu orang lain dalam memperoleh skill dan pengetahuan. Pandangan lainnya, menurut Nawawi (1997), pelatihan pada dasarnya adalah proses memberikan bantuan bagi para pekerja untuk menguasai keterampilan khusus atau membantu untuk memperbaiki kekurangannya dalam melaksanakan pekerjaan. Terkait pelatihan K-2013 dan HOTs, penulis mendefinisikan bahwa pelatihan merupakan proses kegiatan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan seseorang atau kelompok, sehingga dapat melakukan pekerjaan sesuai harapan.

Dalam rangka memfasilitasi sekolah meningkatkan kompetensi kepala sekolah dan guru serta membantu sekolah mengimplementasikan kurikulum, direktorat teknis menyelenggarakan bimbingan teknis dan pendampingan pelaksanaan kurikulum bagi sekolah. Bimbingan teknis dan pendampingan pelaksanaan kurikulum tersebut, dengan sejumlah program pendukung lainnya, diharapkan mampu menjadikan sejumlah sekolah pelaksana kurikulum memiliki kesiapan yang baik dalam mengimplementasikan kurikulum. Bimbingan teknis dan pendampingan implementasi kurikulum diselenggarakan dengan melibatkan peran serta direktorat terkait, LPMP, Dinas Pendidikan kabupaten/Kota, sekolah induk, dan sekolah imbas sesuai dengan peran/tugas masing-masing.

Tahapan pada program pelatihan yaitu identifikasi kebutuhan, penyusunan program, persiapan pelatihan, pelaksanaan pelatihan, penilaian pelatihan, dan program tindak lanjut. Pada persiapan pelatihan, hal-hal yang harus diperhatikan adalah tujuan pelatihan secara khusus, jenis materi pelatihan, kriteria pelatih, kriteria peserta, penentuan alat dan bahan, tempat pelatihan, jadwal pelatihan, biaya dan sumber biaya. Dalam tahap pelaksanaan, hal penting yaitu memotivasi peserta, pengelompokan, kesempatan melakukan kegiatan praktis sesuai materi, penguatan, balikan/masukan dari pelatih, mengukur capaian secara detail, suasana nyaman, teknik penyampaian menarik, dan tindak lanjut (Lia, 2014).

Untuk tujuan agar implementasi K-13 di sekolah dapat lebih optimal, maka dalam bimbingan teknis setiap Instruktur harus memiliki kompetensi berikut: (1) mampu melaksanakan pembelajaran aktif; (2) mampu merencanakan dan melaksanakan Literasi dalam Pembelajaran; (3) mampu merencanakan dan melaksanakan Penguatan Pendidikan Karakter; (4) mampu menyusun RPP dan melatih penyusunan RPP; (5) menyusun instrumen penilaian dan mampu melatih penyusunan instrumen penilaian; (6) melaksanakan pembelajaran antara lain dengan pendekatan saintifik, problem-based learning, project-based learning, dan discovery learning dengan integrasi penumbuhan budi pekerti; (7) mampu melatih pelaksanaan pembelajaran dengan pendekatan saintifik, problem-based learning, project-based learning, dan discovery learning dengan integrasi penumbuhan budi pekerti; (8) mampu melaksanakan penilaian dan mengelola hasil penilaian sikap, pengetahuan, dan keterampilan; (9) mampu melatih pelaksanaan penilaian dan mengelola hasil penilaian sikap, pengetahuan, dan keterampilan; (10) mampu melatih penyelenggaraan Bimbingan Teknis yang terdiri atas persiapan, pelaksanaan, evaluasi, dan pelaporan; dan (11) mampu melatih penyelenggaraan pendampingan yang terdiri atas persiapan, pelaksanaan, evaluasi, dan pelaporan. (Kemendikbud, 2016).

    Download Buku Muatan HOTS Pada Pembelajaran Kurikulum 2013 Pendidikan Dasar

    Selengkapnya mengenai susunan dan isi berkas Buku Muatan HOTS Pada Pembelajaran Kurikulum 2013 Pendidikan Dasar ini silahkan lihat dan unduh pada link di bawah ini:

    Buku Muatan HOTS Pada Pembelajaran Kurikulum 2013 Pendidikan Dasar



    Download File:
    Download Buku Muatan HOTS Pada Pembelajaran Kurikulum 2013 Pendidikan Dasar.pdf

    Demikian yang bisa kami sampaikan mengenai keterangan berkas dan share file Buku Muatan HOTS Pada Pembelajaran Kurikulum 2013 Pendidikan Dasar. Semoga bisa bermanfaat.

    Post a Comment

    Previous Post Next Post